Archive

Archive for November 28, 2011

Target Penjualan ??

November 28, 2011 Leave a comment

Menyusun target atau rencana penjualan umumnya berfokus pada item/barang. Hasil penjualan di masa lalu (beberapa tahun terakhir) dipakai sebagai acuan.  Pendekatan statistik dipakai untuk melakukan rancangan peramalan, apakah secara linier atau berdasarkan rencana pertumbuhan. Dalam merencanakan penjualan produk, beberapa pertimbangan umum dilakukan :

  1. Berapa nilai penjualan pada beberapa tahun terakhir.
  2. Menetapkan target pertumbuhan di masa depan (tahun yang akan datang) terhadap barang yang dijual atau merencanakan pertumbuhan penjualan bersumber dari pelanggan atau saluran distribusi yang telah ada dan akan dikembangkan.
  3. Memperhitungkan usia produk berada pada awal, matang, atau menjelang turun. Siklus usia produk ini diperhitungkan seksama, kapan perusahaan harus memproduksi barang yang baru, jenis yang baru, atau hanya “bungkus” yang baru untuk mendorong penjualan di masa yang akan datang.
  4. Memperhitungkan barang-barang yang berada pada posisi Pareto untuk memastikan fokus perusahaan pada produk-produk mana saja yang akan menghasilkan penjualan lebih tinggi. Merencanakan penjualan pada seluruh barang dengan prosentase tertentu hanya untuk mengejar angka target penjualan tidaklah relevan. Fakta fluktuasi varian barang, apalagi jika perusahaan memiliki ragam produk yang jumlahnya banyak hanya akan menjadikan angka-angka tidak bermakna.
  5. Pertimbangkan seksama usaha yang akan dilakukan untuk mendongkrak penjualan. Berapa biaya yang akan dikeluarkan dalam satu kelompok produk dan rencana penjualan produk pareto yang diharapkan. Prosentase biaya periklanan, kampanye program, dan target barang yang akan dijual dapat dijadikan acuan untuk mendapatkan perkiraan yang lebih tepat.
  6. Perhitungkan dengan seksama harga di masa depan dan kebijakan potongan harga yang harus ditentukan. Perkalian dari rencana penjualan bukan jumlah barang kali harga jual, tapi jumlah barang yang akan dijual di masa depan kali harga jual netto. Artinya setelah dikurangi potongan harga rata-rata.

Barang yang dijual di masa depan bukan yang sekarang dijual.

Fakta penting yang harus diperhatikan dalam dunia pemasaran yang semakin kompetitif adalah barang yang akan dijual di masa depan, tahun depan, atau bahkan bulan depan bukanlah barang yang sekarang dijadikan acuan untuk melakukan perhitungan. Oleh karena itu, beberapa hal yang mungkin dapat membantu :

Informasi produk baru dari produsen yang akan datang atau beredar harus menjadi acuan perhatian. Kehadiran produk baru dengan kriteria yang sama akan menurunkan penjualan produk sebelumnya. Pada kondisi tertentu, jika barang yang akan dijual adalah barang dari pihak ketiga (dari vendor) atau produksi sendiri, maka perencanaan penjualan di masa depan harus memasukkan kelompok produk di masa depan sebagai acuan.

Buatlah group-group barang yang ada (existing) dan group barang baru yang diperkirakan akan datang.  Group barang yang lama kita asumsikan (berdasarkan pengalaman) akan mengalami penurunan penjualan dan group barang baru akan menggantikan penjualan barang lama. Group-group barang inilah yang kemudian dibuat peramalannya. Pembuatan group ini menjembatani antara barang yang sudah tersedia dengan barang yang akan datang. Pendekatan ini akan lebih akurat jika spesifikasi group telah diketahui. Contoh sederhana, misalkan penjualan Handphone Nokia tahun ini model A, B, C jumlahnya 10 ribu unit. Tahun depan direncanakan penjualan model B, C, D.  Model D akan menggantikan A.  Maka pada barang Nokia, kita “sudah” merencanakan penjualan model D (yang akan dijual di tahun yang akan datang) dengan asumsi turunnya penjualan pada A karena faktor usia dan trend produk sudah lewat. Dalam sistem aplikasi, kami menyebutnya “forecast model” yang menjadi jembatan perhitungan antara produk lama yang akan menurun penjualannya (atau mendekati nol) dengan produk yang baru.

Jika group ini tidak dibuat, maka kita membuat perencanaan barang lama, namun pada saat yang sama barang baru yang sebenarnya akan dijual di masa depan. Group ini lama dengan group baru akan sama untuk barang-barang yang relatif tidak mengalami perubahan. Misalnya penjualan pupuk. Rencana penjualan tahun depan perincian barang relatif tidak mengalami perubahan sehingga bisa langsung dapat dipakai model-model statistik untuk membuat peramalan. Ini artinya forecast modelnya masih sama.

Dalam prakteknya ada dua hal yang harus dirancang :

  • Perencanaan untuk penjualan (Sales Forecast)
  • Perencanaan untuk pembelian (Purchase Forecast) atau jika memproduksi sendiri, tentu menjadi rencana produksi.

Keduanya sebaiknya merujuk pada model forecast yang dibuat. Dengan membuat group model ini, maka sistem dapat merencanakan penjualan dalam bahasa yang sama dengan produk yang lama dan antara yang lama dengan yang baru dapat dipetakan dengan baik.

Jika perusahaan telah memilki struktur data dan informasi yang akurat untuk memetakan pelanggan dan produk, maka perencanaan yang lebih akurat bisa dihasilkan.  Rencana penjualan dapat difokuskan pada pelanggan tertentu yang sudah dipastikan akan mengambil produk kita atau jika yang ditujukan untuk memperluas pasar, maka kita bisa mendefinisikan pula target penjualan antara pelanggan yang sudah ada dan rencana untuk penjualan untuk pelanggan yang baru.

Bila perencanaan untuk mendapatkan penjualan di masa datang kita pisahkan antara yang ada dan rencana yang baru. Maka sistem yang tepat akan dapat pula melacak biaya yang harus dikeluarkan untuk melacak biaya yang diperlukan untuk melakukan peningkatan penjualan. Kita ambil contoh, penjualan satu unit barang tahun ini terjual 1000 unit. Jika pelanggan yang ada saat ini direncanakan akan membeli 1200 unit (berdasarkan pengalaman memiliki peluang pertumbuhan 20%) sedangkan target perusahaan tahun yang akan datang harus terjual 2000 unit, maka kita tahu 800 unit harus terjual dari pelanggan baru. Penambahan ini akan memiliki konsekuensi, mana yang lebih baik bagi manajemen : mendapatkan penjualan 1200 atau 2000 unit. Lebih banyak penjualan pada pelanggan baru belum jelas membutuhkan daya yang berbeda.

Semakin tepat pendekatan yang dibuat, maka akan semakin tepat perkiraan target penjualan terhadap pasar yang akan diraih. Ketepatan dalam merencanakan penjualan akan meningkatkan kinerja perusahaan dalam mengoptimasi penjualan dan sekaligus meminimalisasi persediaan. Persediaan untuk penjualan harus seminim mungkin yang diukur dari rasio perputaran barang. Jika rasio memburuk, ini adalah indikator meningkatnya biaya persediaan. Kontrol yang tidak efektif juga bisa dicirikan bahwa pertumbuhan gudang atau kebutuhan pergudangan terus meningkat tidak sebanding dengan peningkatan penjualan yang direncanakan. Perusahaan, karena kesulitan mendeskripsikan perencanaan penjualan melakukan pendekatan untuk menyediakan produk mendekati saat kritis penjualan. Akibatnya, ada sejumlah pelanggan yang tidak bisa dipenuhi. Ini juga mengindikasikan hilangnya sejumlah kesempatan penjualan.

Categories: Knowladge

Tenaga Penjualan & CRM

November 28, 2011 Leave a comment

Melengkapi database pelanggan selengkap mungkin adalah modal dasar bagi perusahaan untuk melakukan pembinaan pelanggan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan selengkap mungkin adalah semua titik-titik informasi yang memungkinkan pelaksana (umumnya berada di bawah departemen pemasaran dan penjualan) mengenali segala hal yang mungkin untuk menimbulkan penjualan dan tentu saja harus relevan dengan produk atau jasa yang dijual. Jadi, kalau bisnis Anda adalah eceran di pertokoan maka melengkapi database pelanggan tidak relevan. Lebih sesuai jika sistem mengarahkan untuk memahami psikografik pembeli dan karakteristiknya sehingga kenyamanan pengunjung bisa diperoleh. Dengan kata lain, satpam yang berperilaku menyebalkan dan produk kadaluarsa yang dijual adalah titik persoalan penting dibandingkan dengan mengenali pelanggan sedalam mungkin.

Jika usaha yang dijalankan memiliki tenaga pemasaran dan tenaga penjual yang lengkap dengan segala atributnya, melakukan kunjungan ke pelanggan atau prospek menjadi perhatian manajemen yang harus dikelola dengan baik. Otomatisasi tenaga penjualan (Sales Force Automation) menjadi satu aspek penting dalam proses penjualan. Tahapan-tahapan atau langkah-langkah menuju keberhasilan penjualan harus dimonitor seksama. Keluhan pelanggan harus menjadi pusat perhatian untuk meningkatkan mutu proses yang akhirnya menjadi pundi-pundi bagi keberhasilan usaha. Sejumlah aktivitas, tahapan-tahapan kunjungan, penawaran (quotation), perencanaan penjualan menjadi tahapan yang harus dimonitor dalam ruang lingkup otomatisasi tenaga penjualan. Proses berkelanjutan dalam sistem informasi pemasaran dewasa ini kemudian berkembang dan mulai populer dengan sebutan manajemen hubungan dengan pelanggan atau CRM. Sejumlah model informasi pemasaran dikembangkan untuk mengintegrasikan keseluruhan komponen-komponen pemasaran (Place, Price, Promotion, Product) sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem. Prakteknya kemudian meluas, bukan hanya pelanggan, namun berada pada dimensi yang lebih luas lagi, yaitu keseluruhan relasi bisnis yang menimbulkan terjadinya kontak dengan perusahaan. Meskipun tentunya fokus akan tetap pada pelanggan dan prospek (calon pelanggan) dan bagaimana sistem manajemen tenaga penjualan merancang ke seluruhan operasi bisnis mencapai sasaran yang ditetapkan.

Aplikasi CRM membantu terbentuknya STP lebih akurat.

Mengaplikasikan pendekatan hubungan relasional dengan pelanggan pada prinsipnya adalah usaha untuk lebih tepat dan terkendali memposisikan produk pada benak pelanggan. Komponen Marketing (4P) tidak cukup tanpa usaha yang tepat untuk melakukan STP (Segmentation Targeting Positioning). Positioning  adalah kunci sukses usaha yang secara sistemik atau berdasarkan pengalaman menyampaikan produk pada benak/pikiran pelanggan sehingga pengetahuan dan keputusan konsumen/pelanggan untuk memilih produk kita. Oleh karena aspek-aspek inilah, maka CRM memperluas dirinya, bukan hanya pada otomatisasi sales penjualan (SFA) tapi juga memadukan berbagai aspek yang diperlukan dalam ruang lingkup pemasaran.

Kemajuan teknologi dan infrastruktur sistem tentu saja berpengaruh sangat kuat, sehingga muncul berbagai pilihan untuk mengotomatisasi melalui aplikasi berbasis desktop maupun berbasis komunikasi langsung dengan pelanggan melalui Webbase, khususnya jika perusahaan membutuhkan interaksi langsung dengan pelanggan sebagai sumber untuk melakukan penetrasi berkelanjutan. Namun, pada saat yang sama juga, ketika berkaitan dengan sales dan koneksitas, banyak perusahaan akan menutup informasi bagi pesaing. Oleh karena itu, sebagian informasi akan dilempar ke publik melalui jaringan internet, sebagian lagi tetap harus ada diinternal perusahaan tanpa kemungkinan bisa diakses melalui jaringan internet. Karena itu, hampir tidak ada model apapun dalam sekuriti system jika data utama perusahaan tersimpan dan bisa diakses melalui jaringan internet (webbase).

Dengan pertimbangan beberapa aspek di atas, maka modul CRM dan eCRM bermanfaat pada :

  1. Otomatisasi Sales (SFA), yang dicirikan dengan kemudahan untuk mengumpulkan dan melengkapi data pelanggan, membuat dan mengotomatisasi penawaran pada pelanggan atau prospek, membuat perkiraan penjualan produk (forecast), memeriksa kebijakan penjualan (trade agreement), membuat analisis pelanggan, dan berbagai kegiatan dan pelaporan seluruh tahapan proses yang berujung pada usaha untuk keberhasilan penjualan. Ini artinya SFA berfokus pada usaha yang berkomitmen pada penjualan.
  2. Otomatisasi Marketing, yang dicirikan pengelolaan kampanye-kampanye, unit-unit organisasi promosi, bentuk promosi, analisis kompetitor, dan analisis produk. Oleh karena kebutuhan marketing ini, maka modul sistem juga memberikan tempat bagi kampanye, pencatatan analisis competitor, dan juga menyediakan model analisis manajemen seperti ABC Analysis, SWOT Analysis untuk membantu tim pemasaran menjalankan proses dalam satu bagan besar CRM.

Karena peranan ini, maka CRM menyediakan sejumlah fasilitas yang memungkinkan :

  1. Melakukan analisis pelanggan dengan tepat (dibantu dengan model tabulasi dan grafik), melakukan analisis tahapan proses penjualan dan pembinaan tenaga penjualan dalam menjalankan kegiatannya.
  2. Melakukan analisis keberhasilan dan kegagalan dari suatu proses pembinaan pelanggan dan memahami penyebabnya sebagai satu proses yang harus menjadi bahan bagi supervisor atau manajer penjualan dan manajer pemasaran untuk disempurnakan.  Haruslah dipahami, kekeliruan memilih atau menilai calon pelanggan (prospek) adalah sebuah biaya. Kegagalan dalam menghasilkan penjualan faktanya adalah kombinasi dari ketepatan mendekati prospek (prospecting), ketepatan produk yang dijajakan, agresivitas tenaga salesman/girl, daya saing produk, pembinaan oleh para manajer/supervisor untuk melakukan supervisi.
  3. CRM sebagai alat bagi para manajer sampai direktur pemasaran untuk mendapatkan informasi keefektifan bekerja dalam sistem pemasaran dan penjualan, memahami berapa besar kontribusi waktu yang disediakan setiap tenaga pemasaran dalam melakukan penetrasi yang dilakukan pada pelanggan, melakukan analisis keberhasilan kampanye terhadap keseluruhan keberhasilan penjualan, menganalisis perkembangan hasil kunjungan dari setiap unit-unit organisasi penjualan dan unit-unit pemasarannya dalam menjalankan keseluruhan strategi penjualan yang dijalankan.
  4. Tentu saja, pada saat yang sama juga “negatif marketing” dapat dideteksi dengan cepat sebelum keputusan timbul. Seorang manajer pemasaran membutuhkan informasi, berapa banyak pelanggan yang “tidak bereaksi terhadap penawaran yang dilakukan”, berapa banyak kunjungan yang sifatnya hanya perkenalan, pendekatan, deal dari unit-unit penjualan di bawahnya.  Berapa banyak pelanggan pareto yang tidak lagi memesan atau tidak dikunjungi oleh stafnya sampai berapa banyak kesibukan non sales terjadi pada agen-agen penjualannya. Semua informasi yang kerap hanya diketahui secara kualitatif saja, kemudian menjadi terukur dengan tersedianya aplikasi yang memungkinkan manajemen perusahaan melihat secara kuantitatif.

Hal-hal seperti diterangkan di atas inilah yang menimbulkan adanya kebutuhan pada aplikasi yang memadai untuk meningkatkan kinerja usaha, khususnya di bidang sistem informasi pemasaran dan penjualan.

Categories: Knowladge

TERM OF PAYMENT

November 28, 2011 Leave a comment

Penerimaan atau pengeluaran uang dari dan ke perusahaan memiliki sejumlah kondisi yang harus dikenali. Berbagai kondisi ini dikenal sebagai TERM OF PAYMENT. Seperti pada gambar sebelah ini.  Pembayaran memiliki beberapa aspek yang perlu kita pahami, yaitu :

termofpaymentmenu

Payment Schedule :

Adalah pilihan untuk mengatur suatu utang/piutang yang harus dibayarkan sebesar 100% dalam beberapa periode waktu pembayaran. Payment Schedule ini  memiliki 4 aspek utama, yaitu: total, fixed amount, Fixed Quantity, dan Specify (khusus).

Fixed Amount dipilih jika pembayaran yang akan dilakukan jumlahnya tetap atau sama pada setiap pembayaran yang akan dilakukan. Misalnya perusahaan telah bersepakat akan membayar sebanyak 6 kali pembayaran senilai Rp 60 Juta. Maka yang disepakati adalah jumlah pembayaran dan 6 kali pembayaran dalam periode 6 bulan. Maka artinya 6 pembayaran akan dilakukan Rp 10 juta setiap bulan. Ketentuan ini disebut Fix Amount.

Fixed Quantity dipilih jika pembayaran yang akan dilakukan disepakati jumlah pembayarannya (sebanyak 6 kali) dan nilai pembayarannya Rp 60 Juta. Dengan ketentuan ini, maka pembayaran pertama bisa Rp 5 Juta, pembayaran ke dua Rp 4 Juta dan seterusnya sampai pembayaran ke 6 jumlahnya Rp 60 Juta.

Specify dipilih jika antara pembayar dan penerima pembayaran menyepakati, 6 kali pembayaran sebesar Rp 60 Juta dan setiap kali pembayaran, jumlahnya ditentukan (disepakati). Pilihan ini adalah kombinasi dari Fixed Amount dan Fixed Quantity.

Pada contoh di atas, dibuat nama groupnya 6 month, untuk memudahkan mengingat bahwa perjanjian untuk 6 bulan dan pembayaran dan 6 kali pembayaran. Sistem harus dapat  menyediakan pilihan dalam hari, minggu, bulan, dan tahun. Artinya dengan kata lain, sistem membantu pengaturan perencanaan pembayaran untuk beragam skenario yang diperlukan.

Selanjutnya, masuk ke rincian.  Pada rincian kita buat daftar urutan rencana pembayaran. Jika direncanakan pembayaran sebanyak 6 kali, maka dibuat 6 kali dan dibuat prosentase atau jumlah yang dibayarkannya. Jika dalam prosentase, jumlahnya harus 100 %.

Tax Allocation : Terdapat 3 pilihan yang perlu kita ketahui, yaitu : propotionally  artinya diperhitungkan berdasarkan proporsi setiap pembayaran dilakukan, first installment jika dirancang akan dibayarkan sekaligus pada saat perjanjian bayar dilakukan, atau last installment jika akan dibayarkan setelah seluruh kewajiban dilakukan.

Payment Days :

Week : Memilih hari-hari pembayaran di setiap minggu. Misalnya, kepada seluruh vendor, perusahaan menetapkan pembayaran dilakukan pada setiap hari Senin dan Jum’at. Sedangkan pada hari-hari lain di luar hari Senin dan Jum’at digunakan untuk menerima tanda bukti penagihan dan pihak perusahaan mengeluarkan “promissory note” sebagai janji pengganti dari tanda bukti pembayaran yang diuangkan sesuai skedul.

Month : Sama seperti penetapan hari. Hanya untuk bulan, yang ditetapkan adalah tanggal dalam bulan berjalan. Angka yang harus ditetapkan setiap bulan antara angka 1 – 31.  Ketika mengisi, sebaiknya lihat kalender yang sebenarnya, sehingga tidak terjadi penulisan yang salah. Misalnya, mengisi angka 30 pada bulan Pebruari.

Term Of Payment :

Term berkonotasi dengan waktu atau penggalan waktu.  Term of Payment dipahamkan sebagai ketentuan pembayaran berdasarkan waktu atau tenggang waktu tertentu yang dibayarkan/diterima dari/ke pelanggan/vendor. Untuk menetapkannya, perusahaan harus memilah-milah berdasarkan ketentuan yang diberlakukan, misalnya :

  • COD : Cash On Delivery.  Uang pembayaran diterima pada saat barang diterima.
  • CW : Current Week.  Uang pembayaran harus diterima pada minggu ini.
  • Net15 : Net Sales 15 hari.  Uang pembayaran harus diterima setelah 15 hari barang diterima.

Method of Payment :

Method of Payment atau cara pembayaran mendefinisikan bagaimana terjadinya transaksi pembayaran dilakukan. Yang paling sederhana dan diterima adalah pembayaran tunai antara pelanggan dan kasir perusahaan. Kemudian, pembayaran menggunakan Check/giro lazim digunakan sebagai alat pembayaran perusahaan dengan pihak ketiga. Tentunya, dengan perkembangan teknologi informasi yang kian canggih dan beragam, cara pembayaran juga semakin beragam. Secara umum, ini dikelompokkan menjadi :

  • Tunai/Cash berupa uang kartal.
  • Check/Giro perusahaan atau perorangan.
  • Bank Transfer
  • Credit Card, Debit Card, Visa, Master, dll.
  • ePayment misalnya transfer ATM, Paypal dan perkembangan lainnya yang menjadikan varian cara pembayaran yang semakin cepat terselesaikannya suatu transaksi.

Payment Term mendefinisikan cara pembayaran (dan otomatis pula dibutuhkan) informasi pendukung dari Method of Payment seperti yang ditunjukkan pada form Method of Payment, yaitu :

Jika Cash/tunai, maka Method of Payment langsung menetapkan masuk ke akun buku besar mana (akun kas).

Jika bukan tunai, maka disediakan sub modul Schedule (diisi dengan tanggal atau hari ke dalam satu minggu, bulan, tahun) yang ditentukan. Kemudian schedule (diambil dari payment schedule) dan informasi payment day untuk menetapkan hari atau tanggal yang diterima (untuk diproses) dalam lingkungan kerja perusahaan.

Payment specification :

Merumuskan jumlah pembayaran yang ditagihkan atau diproses terhadap kewajiban perusahaan atau pelanggan untuk melakukan transaksi pembayaran. Misalnya pelanggan dan perusahaan bersepakat melakukan pembayaran setelah barang diterima dengan komposisi 80% setelah barang diterima dan 20% bulan berikutnya atau kondisi lain yang disepakati. Kesepakatan-kesepakatan ini, tentunya harus dituangkan dan ditangkap oleh sistem sehingga perjanjian yang dibuat antara pihak dapat dipahami oleh manajemen.

Cash Discount :

Potongan tunai adalah komunikasi tawar menawar dalam menetapkan harga. Tidak hanya ibu-ibu arisan yang selalu menawar ke penjual. Perusahaan pun, besar maupun kecil menawarkan cash diskon dalam berbagai cara. Intinya adalah melakukan perubahan asset (barang yang dijual) menjadi uang. Sebuah supermarket besar bisa menetapkan Cash Discount untuk satu atau sejumlah produk tertentu atau memberikan potongan harga untuk setiap pembelian jumlah tertentu. Cash Discount adalah perjanjian … jika pembelian mencapai jumlah tertentu, maka pihak penjual akan memberikan tambahan diskon sebesar… %.  Kondisi ini tentu saja harus pula dicatat dalam sistem sebagai suatu ketentuan yang memberikan daya tarik bagi calon pelanggan untuk membeli.

Payment Steps :

Payment step atau tahapan pembayaran adalah informasi yang dirancang untuk mengkondisikan status pembayaran antara perusahaan dengan pihak yang mengeluarkan uang (pelanggan/vendor). Untuk itu kita harus membuat Payment Step Id pada menu. Tergantung kondisi yang paling sering dijumpai oleh staf perusahaan dalam berhadapan dengan pelanggan/vendor/bank yang menjelaskan status umum yang terjadi.
Misalnya kita membuat Payment Steps :
  • Con : Confirm, sedang dikonfirmasi kepada Pelanggan.
  • Can : Cancelled, terjadi pembatalan dari pelanggan/vendor.
  • Acc : Accepted, sudah diterima bukti penagihan oleh pelanggan.
Status-staus ini memudahkan pihak perusahaan mengatur kondisi dari setiap payment steps dan dapat digunakan sebagai notasi untuk laporan keuangan perusahaan.
Payment Fee :

Potongan yang ditimbulkan karena transaksi pembayaran yang terjadi. Contoh yang sederhana, transfer antar bank, clearing yang dibebankan biaya administrasi. Potongan karena meterai atau biaya penagihan yang ditimbulkan. Buatlah group Payment Fee untuk memudahkan pengelompokkan biaya yang ditimbulkan akibat terjadinya transaksi.

Payment fee juga bisa muncul akibat pembayaran menggunakan kartu kredit atau pembebanan yang ditimbulkan akibat pembayaran menggunakan fasilitas dari ATM Bersama atau Bank lain. Perusahaan tentu harus memilih kebijakan yang menimbulkan resiko seperti ini.

Penutup :

Dengan memahami ragam informasi dan data yang dimasukkan ke dalam sistem aplikasi maka bagian keuangan, penagihan akan mudah dikelola. Tentu saja ketika akan diterapkan, langkah-langkah kerja, pengumpulan kebijakan yang terjadi dari satu unit usaha harus dikumpulkan. Dengan demikian, ketika transaksi dilaksanakan, maka skenario-skenario dari pengaturan pola pembayaran telah disiapkan sesuai dengan fleksibilitas kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan.

Categories: Knowladge

Diagnosa ERP

November 28, 2011 Leave a comment

Tulisan ini tidak membahas faktor-faktor sukses atau gagal dalam implementasi. Tidak juga membicarakan komitmen manajemen, bukan pula membahas komitmen konsultan IT, tapi sedikit membahas project scope dalam proses implementasi. Tidak membahas mengapa ERP diperlukan atau diinginkan, atau membahas apa yang disebut “best practice” yang diterapkan dalam proses implementasi. Begitu juga, dengan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan implementasi. Juga tidak membanding-banding antara jagoan-jagoan ERP. Namun, hanya berfokus pada mengenali beberapa cara pandang melihat bisnis proses legacy (atau as is) dengan optimasi bisnis proses (perubahan – model bisnis – to be) yang berbasiskan aplikasi yang dikenal dengan nama ERP (Enterprise Resources Planning). Jadi, asumsikan saja bahwa perusahaan beserta jajarannya dari semua departemen, siap menerima perubahan, dana/anggaran untuk implementasi tidak masalah, manajemen punya komitmen tinggi, sistem hardware mendukung, dan sistem software cukup tersedia. Jadi masalah yang dipertimbangkan hanya satu, yaitu bagaimana implementasi dilaksanakan.

Membatasi Scope.

Batasi ruang lingkup implementasi sekecil-kecilnya. Kalau itu tujuannya, pastilah orientasi berpikir kita akan masuk ke dunia Chart Of Account dan segala persoalan dipecahkan di sini. Paling tidak persoalan “bahkan apapun” hanya dilihat dari kaca mata bagan akun. Ini tidak sepenuhnya benar, tidak juga sepenuhnya salah. Chart of Account adalah bahasa bisnis tertua dan terhandal untuk menjelaskan muara dari suatu proses bisnis. Banyak sekali pengambilan keputusan yang didasarkan pada informasi dan telaahan yang muara jawabannya ada pada konsepsi bagan akun. Namun, jika pencarian jawaban bermuara ke sini, maka formula persoalan akan berakhir pada kepuasan pada level akuntansi. ERP bekerja sejak dari hilir persoalan. Oleh karena itu, pertimbangkan untuk menangani persoalan pada hilir perusahaan.

  1. Batasan berikutnya dari ruang lingkup implementasi adalah kebijakan yang sifatnya menangani masalah yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan operasional yang juga bermuara pada bagan akun. Ruang lingkup persoalan adalah mengelola perjanjian dengan pelanggan/vendor (trade agreement), mengelola barang dan jasa perusahaan, menghitung persediaan, menghitung harga pokok penjualan, menghitung umur piutang, perputaran persediaan, dan aliran keuangan perusahaan (penerimaan hasil penjualan) dan pengeluaran. Pada ruang lingkup ini juga, mendata dan menghitung kebijakan pada asset, menghitung depresiasi, revaluasi, dan lain-lain adalah masalah yang harus ditangani. Inventory juga ditangani pada lingkup ini, bagaimana perusahaan akan menangani perpindahan stok barang, stok on hand, purchase request sampai diterimanya barang dari pembelian. Demikian juga dari sisi hubungan dengan pelanggan (Order to Cash) menjadi topik yang hangat dibicarakan.
  2. Sampai pada tahap ini, ruang lingkup pekerjaan masih relatif sederhana. Banyak sekali program tersedia, baik didevelop sendiri atau menggunakan program-program aplikasi terintegrasi. Namun, ini belum mencapai titik yang setara dengan kelas ERP. Sejumlah kebijakan dari proses sudah mulai ditangani dan perusahaan mulai mendapatkan manfaat rantai pasok proses (SCM) mulai ditangani. Ini adalah bisnis praktis yang setiap perusahaan bisa unik, namun juga bersifat general. Artinya, tergantung dari skala usaha, umumnya kebutuhan optimasi sudah mulai terjadi. Pada kompleksitas tertentu, tingkat kerumitan proses sudah mulai terjadi. Namun, sampai pada ruang lingkup atau scope dari proses bisnis, secara umum masih mudah ditangani. Jika dengan ruang lingkup ini, perusahaan sudah memakai sistem ERP, menurut pandangan penulis, perusahaan sudah menggunakan 80-90% dari kapasitas bisnis aplikasi profesional dan sekitar 50% dari kapasitas aplikasi bisnis sekelas ERP.
  3. Masalah budaya perusahaan sebagai salah satu masalah belum tampak menjadi masalah serius. Namun akan terasa muncul beberapa masalah dengan penggunaan sistem ERP. Pengguna boleh jadi merasa, terlalu banyak inputan harus dilakukan, padahal tidak dipakai atau digunakan atau tidak jelas untuk apa. Aturan-aturan yang dibangun tidak begitu terkontrol karena berbagai mandatory sistem tidak maksimal digunakan. Reaksi sistem juga terhadap kebutuhan cepat akan lebih lambat dibanding dengan “as – is” (proses yang sebelum implementasi dijalankan), terutama jika as-is telah memiliki program yang cukup handal digunakan, namun tidak lengkap. Pembatasan ruang lingkup pada aplikasi sekelas ERP hendaknya tetap berada pada ruang lingkup kemampuan sistem. Karena keunggulan ERP berada pada kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan (change management). Jika kastemisasi dilakukan dengan mengubah bisnis proses atau menambahkan bisnis proses tertentu pada satu modul, padahal sebenarnya tersedia di modul lain, maka kastemisasi yang terjadi sebenarnya usaha untuk memutilasi ERP. Contoh kejadian seperti ini misalnya menambahkan unit organisasi pada sistem, memindahkan daftar employee ke daftar customer untuk satu tujuan tertentu.
  4. Pada tahapan ini, berdasarkan pengalaman tentulah akan terjadi beberapa tambahan tuntutan kebutuhan karena di sinilah mulai timbul pertanyaan dan frustasi ketika proses menampakan gejala kerumitan, operasional menjadi bertele-tele dan kecepatan memperoleh informasi hanya lebih bagus dari sisi supporting keuangan dan akuntansi, namun sisi muara operasional tidak mengalami perbaikan yang berarti. Untuk memperbaiki situasi ini dan berdasarkan pemetaan “as is” dengan “new business process/to be” dibutuhkan sejumlah penyesuaian (customization). Kastemisasi diperlukan untuk menyesuaikan keunikan bisnis proses yang unik (padahal tidak unik !), kebutuhan manajemen terhadap pengambilan keputusan, dan kecepatan untuk memperoleh informasi, dan faktor kebiasaan yang enggan diubah. ERP pada posisi ini sebagian menjadi pajangan antik yang tak banyak gunanya. Karena itu, kerap beberapa menu yang “sebenarnya” diperlukan untuk pengembangan, disembunyikan saja. Singkat kata, pembatasan ruang lingkup berada pada batas-batas yang sebenarnya tidak sesuai dengan kapasitas sistem.
  5. Pembatasan ini juga bisa ditimbulkan karena sebagaian dari as is yang seharusnya dipensiunkan, tetap dipertahankan karena kehendak anggaran atau kehendak manajemen. Padahal, masih ada masalah konektifitas dan interface yang membuat sistem tidak bisa bekerja optimum. Jika perusahaan membeli ERP, pertimbangkanlah untuk mengganti secara penuh. Jangan setengah-setengah. Jikapun diharuskan, pertimbangkan untung ruginya secara hati-hati.

Berdasarkan pengalaman buruk dan baik yang dialami, jika proses penyesuaian ini berada pada penyempurnaan proses bisnis dengan mengotak-atik sistem ERP yang dibeli oleh perusahaan bersama tools developernya, maka ada beberapa hal yang menjadi persoalan/yang perlu dipertimbangkan seksama :

Penyesuaian yang dilakukan dengan menyempurnakan bisnis proses dengan menambahkan prosedur-prosedur yang telah tersedia dari sistem ERP dan menambahkan field atau text baru dan kombinasinya pada field database prinsipnya hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang betul-betul ahli. Jika tidak, atau setengah-setengah maka pengguna akan merasakan berbagai “hadiah” yang ditimbulkan dari kastemisasi ini berupa :

  1. Kemampuan sistem dalam merespon informasi melambat sehingga setiap inputan dari pengguna yang mengurut standar bisnis proses butuh waku mili detik, menjadi hitungan detik atau bahkan bisa ditunggu sambil minum kopi atau makan siang bersama. Kalau kondisi menitan menjadi beberapa menit atau bahkan hang, maka frustasi mulai melanda. Dengan kata lain, kebijakan kastemisasi yang dibuat adalah mencabut tombol boeing dan memasangnya di tempat lain dengan logika “Naga Bonar”.  Tentu harus diingat setiap tahapan dari sistem database ERP telah diuji dan ditune seksama untuk menghadapi kondisi dari puluhan atau ratusan user yang bekerja bersama-sama. Keahlian pemograman tentu sangat membantu, namun landasan untuk memahami bisnis proses menyeluruh tidak kalah pentingnya.
  2. Terbentuknya pulau-pulau informasi dimana kategori atau group dalam sistem hanya digunakan untuk satu proses tertentu, tapi tidak bisa digunakan pada proses lainnya. Apalagi ketika modul-modul tambahan (Ad on) atau hasil kastemisasi bekerja hanya pada lingkup satu proses saja. Dapat dikatakan, ini adalah pembunuhan karakter !.  ERP sebagai sistem dengan kekuatan bisnis proses yang memiliki skenario-skenario unggul dari berbagai industri dipreteli menjadi boneka cantik yang hanya bekerja pada sistem yang terbatas. Lebih parah lagi, akan dirasakan dalam waktu dekat adalah kemampuannya untuk beradaptasi terhadap perubahan kemajuan teknologi, perubahan sistem operasi, atau pemanfaatan optimum dari sistem-sistem eksternal menjadi tertutup. Bahkan, pada tingkat tertentu update versi dari produsen tidak dapat diterima. Biasanya, kondisi yang sudah mulai parah ini, diperparah lagi dengan edisi revisi yang semakin jauh dari standar bisnis proses. Untuk mengakui proses sudah tambal sulam, hanya satu saja : apakah kita punya keberanian cukup untuk jujur mengakui adanya kesalahan sistemik dalam melakukan kastemisasi. Gagasan yang harus atau dipertimbangkan adalah : tanyakanlah kembali kepada produsen sumbernya, periksa referensi keputusan yang diambil.
  3. Gegabah mengambil keputusan, sama dengan perusahaan membeli pesawat boeing, lalu dengan pengetahuan proses bisnis seadanya, dibuat proses bisnis baru yang dipaksakan untuk didevelop kepada sistem yang standar sehingga yang diperoleh adalah sebuah mobil Kijang yang dipaksa terbang, bukan lagi Boeing….  Kondisi serba setengah-setengah ini lahir karena implementor : 1. Dipaksa untuk mengikuti SOP (Sistem Operasional dan Prosedur) yang dibuat oleh konsultan proses bisnis yang tidak ada atau tidak tersedia dalam sistem, 2. Sistem tidak menangani, namun karena dorongan klien, dibuat proses baru yang tidak tepat, 3. Alasan-alasan lain yang pada akhirnya menjadi latihan baru : latihan manajemen mengelus dada, saling menyalahkan timbul, dan frustasi berkecamuk. Wajar karenanya, dijumpai 50-60% gagal dalam implementasi, 4. Memang ini yang diinginkan perusahaan (tapi masak sih !), karena pertimbangan internal misalnya dipaksa oleh keterbatasan waktu, tidak ada tenaga ahli yang concern, menyerahkan keputusan bisnis proses bukan pada ahlinya, takut akan terjadi pengurangan tenaga, dan berbagai alasan lain yang mudah sekali dikemukakan.

Menambah alasan perburukan.

Untuk menambah persoalan atau penyelesaian yang diharapkan, beberapa yang tidak perlu atau perlu dipertimbangkan :

  1. Pisahkan mana yang sebenarnya mampu ditangani oleh sistem dan mana yang tetap harus berjalan dengan prosesi bisnis yang harus dikerjakan manual.  ERP bukan mahluk ajaib yang akan menangani semua persoalan bisnis, tetap saja penanganan manusia untuk kualitas proses diperlukan.
  2. Pisahkan atau bentuk model-model atau group persoalan, mana yang merupakan langkah-langkah prosedur standar yang menghasilkan output untuk mencapai tujuan dan mana yang merupakan group dari tindakan-tindakan. Group yang menuju kepada proses berada pada titik-titik operasi bisnis, dan yang berupa tindakan-tindakan adalah group-group yang bersifat mengelompokkan hasil kegiatan. Group operasi bisnis dicirikan dari sifatnya yang mengarah atau bermuara ke ledger table (bagan akun) sedangkan group aktifitas mengarah kepada group-group yang umumnya dibuat oleh para pelaksana dalam sistem untuk mendukung operasional. Singkat kata, proses operasi bisnis ada 3, yang mengarah ke ledger, yang mengarah ke operasioal dan dokumentasi, dan yang mengarah ke proses keputusan. Lebih lengkap, kunci-kunci group adalah prosesi budaya perusahaan dan keputusan pada sistem. Masih ada yang lainnya, yang kami jelaskan ringkas pada topik pembentukan group dalam aplikasi.
  3. Hindari keputusan untuk penyelesaian permasalahan dalam implementasi hanya dalam pertimbangan kastemisasi atau solusi dari satu bagian saja, misal hanya diselesaikan pada model akuntansi atau modul AR dan AP saja.  Pertimbangkan seksama apa dampaknya terhadap modul-modul lain. Apakah benar berdiri sendiri atau punya akibat kepada modul-modul berikutnya. Jika dipaksakan hanya diselesaikan pada satu modul, maka keputusan ini bisa menyimpan bom waktu di kemudian hari. Kalau memang (atau sebenarnya) proses yang dibutuhkan ada pada modul tertentu atau submodul tertentu, mintalah klien untuk menambah lisensi. Sampai kondisi tertentu ini lebih aman dari pada mengkastemisasi proses bisnis.
  4. Masukkan struktur data seperti apa adanya dengan penambahan secukupnya sekedar agar sistem bisa berjalan pada satu bagian modul. Ini adalah cara praktis yang juga membawa granat dalam prosesnya. Keputusan ini akan menimbulkan kemandegan proses di muara berikutnya. Akan dirasakan setelah go live.

Singkat kata, jangan percayakan pengambilan keputusan dalam proses bisnis sebagai “maklumat” yang berada di tangan Tim IT atau akuntansi. Sistem ERP adalah perilaku keseluruhan proses bisnis. Keputusan bukan hanya ditangan sebagaian dari sistem, tapi keseluruhan proses. Betul memang, ada tahapan untuk sampai optimasi terbaik dicapai. Dan ini adalah proses berkelanjutan. Persiapkan secara dini sampai muara terakhir dalam implementasi. Memotongnya hanya untuk kepentingan jangka pendek, hanya menguntungkan sesaat yang berpeluang untuk pada akhirnya menyia-nyiakan investasi yang sudah habis-habisan dikeluarkan oleh perusahaan. Kalau membangun rumah, kita akan mudah mengetahui ketika satu tiang pancang bangunan diletakkan tidak pada tempatnya melalui kewajaran pengelihatan mata. Dalam sistem aplikasi berbasis komputer, semua tiang bisa dipasang dimana saja dan tidak terlihat menjadi masalah, sampai kemudian sistem tidak bisa memecahkan masalah dan munculnya redudansi. Padahal, kemampuan beradaptasi terhadap perubahan model bisnis, seharusnya menjadi ciri dari kekuatan sistem ERP, bahkan bilapun perusahaan menambah atau menghilangkan sejumlah lini-lini bisnis yang dianggap tidak menguntungkan, sistem tetap bisa dipakai optimum tanpa develop proses baru. Kecuali tentunya penambahan atau pengurangan form-form baru yang diperlukan.

Kuncinya dikenal dengan gap fit analysis. Gap ini bukan hanya pada skala kemampuan ERP yang pada tingkat tertentu memang berbeda, tetapi juga gap ketika konsultan bisnis proses dan implementor dan perusahaan yang membeli sistem menerapkan dengan batasan ruang lingkup yang sesungguhnya menyimpan bara di dalamnya. Kongkritnya, jika proses bisnis sesungguhnya membutuhkan modul project management, maka saran terbaik adalah : belilah lisensi yang diperlukan.  Mengakali hanya karena pertimbangan anggaran, hanya mempertinggi resiko gagal. Naga Bonar memang film yang mengasyikan, tapi mengikuti keputusan dengan cara Naga Bonar adalah blunder besar. Sebuah sistem yang telah teruji di ribuan perusahaan untuk menangani berbagai polemik bisnis, lalu dalam hitungan menit harus diubah karena dianggap tidak cocok atau ERPnya tidak dapat menangani persoalan ini, buat penulis ini adalah keputusan yang ajaib. Dan ajaibnya pula, kejadian ini banyak terjadi di ragam implementasi. Namun, jika toh ini terjadi, barangkali duduk kembali dan pertimbangkan untuk melakukan BPR  (Business Process Reengineering). Kalau hanya mengaduk-aduk di tempat yang sama, kesalahan sistemik dan simultan akan berakhir di ujung pada kegagalan total dalam implementasi.

Jika tahapan-tahapan ini sudah bisa diselesaikan, barulah perusahaan juga meningkatkan pada proses perencanaan biaya (budget), configurasi product, transformasi satuan, CRM, Document Management, atau Business Intelegence. Pada tahap ini, seharusnya, perusahaan dan implementor akan bisa tersenyum. Karena dukungan dari prinsipal terhadap update sistem terjamin dan optimasi ERP sebagai sistem mahal dan canggih bisa didapatkan. Berikutnya, perusahaan akan mendapat manfaat yang mempermudah pengambilan keputusan, analisis, transfer data, konsolidasi biaya dan produk, serta beragam hal lainnya yang membuat investasi mahal dari sistem terbayar karena kompentensi yang meningkat.

Categories: Knowladge

Analis SWOT

November 28, 2011 Leave a comment

Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), dan Ancaman (Threat)  yang terjadi dalam dalam proyek atau di sebuah usaha bisnis, atau mengevaluasi lini-lini produk sendiri maupun pesaing.  Untuk melakukan analisis, ditentukan tujuan usaha atau mengidentifikasi objek yang akan dianalisis.  Kekuatan dan Kelemahan dikelompokkan ke dalam faktor Internal, sedangkan Peluang dan Ancaman diidentifikasi sebagai faktor Eksternal.  Teknik ini dikembangkan dari gagasan Albert Humphrey, yang memimpin konvensi di Stanford University di tahun 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari majalah Fortune pada sekitar 500 perusahaan.

Analisis SWOT dibuat dalam bentuk matrik (Matrix SWOT)

swotanalisismatrix

Menetapkan objektif/sasaran/tujuan yang dituliskan pada kolom pertama baris pertama adalah bagian penting.  Penting untuk mendefinisikan apa yang kita inginkan dalam melakukan analisis SWOT.  Tanpa penetapan tujuan, maka faktor subjektif dalam menyusun kolom lainnya (kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman) dapat melebar kemana-mana.

Penetapan tujuan, hendaknya dibuat spesifik dari apa yang menjadi isu bisnis yang paling dirasakan/dipermasalahkan.  Setelah tujuan didapat maka SWOT membantu untuk memberikan gambaran lebih terinci sehingga bisa digambarkan lebih jernih pernyataan strategi yang akan dibuat.  Penetapan tujuan menjadi salah satu kunci dalam penyusunan matrix SWOT.

Menetapak score/skala kepentingan.  Setiap nomor-nomor identifikasi yang dinyatakan dalam kolom SWOT hendaknya diberikan skore atau nilai yang menunjukkan prioritas atau tingkat urgensinya.  Skore yang dibuat bisa mengikuti skala Likert misal 5 Baik/Penting/Relevan/Berat  dan 1 Buruk/Sangat Tidak penting/Tidak relevan/Ringan untuk setiap pernyataan dari unsur-unsur SWOT.    Dengan penyusunan skala ini, membantu pengambil keputusan melihat pengaruh dari pernyataan.

Logika Strategi

Menetapkan logika strategi juga adalah hal yang penting.  Pernyataan mengenai Kekuatan dalam persoalan SWOT adalah :

KEKUATAN  yang dimiliki oleh perusahaan/entiti bisnis/produk yang dapat digunakan untuk memanfaatkan PELUANG sebaik-baiknya dan pada saat yang sama juga dapat digunakan untuk menghilangkan atau meminimalkan ANCAMAN sehingga TUJUAN tercapai.

Dengan demikian, pernyataan mendaftarkan kekuatan yang tidak berhubungan dengan peluang dan ancaman untuk mencapai keberhasilan tujuan, tidaklah memberikan makna.  Setiap daftar pernyataan kekuatan harus berelasi/bersinergi dengan peluang yang dapat dilihat dan relevan dengan tujuan dari pembentukan SWOT.

Untuk lebih mudah dipahami, berikut ini kami berikan contoh :

Tujuan :  Menghasilkan produk “A” berkualitas tinggi dan memenuhi syarat untuk ekspor.

Kekuatan : Perusahaan kondisinya sehat dan memiliki kekayaan/harta yang cukup untuk melakukan ekspansi.

Kelemahan : Tidak memiliki sumber daya yang sesuai untuk menghasilkan produk A berkualitas.

Peluang : Pasar ekspor masih besar untuk diterobos.

Ancaman : Kualitas produk tidak memenuhi syarat untuk ekspor.

Kita dapat memerinci lebih banyak untuk setiap unsur-unsur di atas sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.   Pernyataan Kekuatan dengan menyatakan kondisinya sehat dan memiliki harta kekayaan yang cukup bisa tidak relevan atau menurut skala Lickert  hanya punya point rendah saja.  Yang utama untuk disebut sebagai Kekuatan adalah :  “Memiliki laboratorium dan uji produk untuk meningkatkan kualitas produk yang telah disertifikasi”. Pernyataan kekuatan ini bisa memiliki skore tinggi dibanding lainnya.  Keterjebakan dalam merancang SWOT adalah menuliskan semua kekuatan sebagai faktor penting, padahal pernyataan yang dibuat relevansinya rendah dengan tujuan atau sasaran SWOT.  Ketidaktepatan ini menimbulkan persepsi bahwa kekuatan yang disebutkan, faktanya tidak digunakan untuk mengatasi ancaman atau untuk memperkuat peluang.  Demikian juga, terlalu unik dan spesifik, membatasi pernyataan strategi menjadi kaku dan sulit dikembangkan.

Demikian pula dengan “Ancaman”.  Jika orientasi perusahaan bukan pasar ekspor dan tidak ada dan tidak akan terjadi serbuan barang impor, maka kebutuhan terhadap sumber daya berkualitas berada pada nomor urut ke sekian dan produk yang tidak memenuhi syarat ekspor sama sekali bukan ancaman.  Bisa jadi kelemahannya pada harga atau kebijakan penjualan (Kelemahan).  Di sinilah pentingnya menegasi tujuan pembuatan SWOT.  Namun, jika tujuan perusahaan dalam analisis SWOT adalah perluasan pasar, maka perusahaan sehat dan modal berlimpah menjadi relevan dan memiliki skor tinggi.  Tapi, jika punya peluang penawaran dari kreditor karena kekuatannya adalah relasi dengan bank terjalin baik, maka skor ini bisa lebih tinggi dari modal berlimpah.

Kolom berikutnya, yaitu kolom di tengah adalah untuk pernyataan Strategi.  S-T Strategy adalah pernyataan untuk memanfaatkan kekuatan dengan melihat peluang.  Pada contoh di atas, maka pernyataan strateginya berfokus pada pemanfaatan laboratorium untuk menelaah produk berkualitas ekspor.  Demikian juga S-T, W-O, dan W-T adalah bentuk-bentuk strategik untuk menjelaskan.

Setelah kita isi semua kolom, maka tandai yang sama dan ambil salah satu.  Dari sini kita akan mendapatkan pernyataan strategi yang relevan untuk ditindaklanjuti.

Apabila kita belum menemukan secara spesifik sewaktu membuat SWOT, maka pernyataan strateginya akan lebih bersifat global dan tidak jelas langkah taktis apa yang ditemukan.  Namun, jika yang kita buat tepat, maka peluang untuk mendapatkan pemahaman baru yang sebelumnya tidak tampak, akan terlihat dengan memerinci dan menganalisis dengan model ini.

Untuk mendapatkan analisis yang baik, lakukan proses analisis SWOT berkali-kali, buang yang tidak relevan dan peluang untuk mendapatkan strategi yang lebih akurat/relevan muncul.  Kita bisa membandingkan dengan asumsi awal yang biasanya sudah masuk ke dalam pikiran sebelum SWOT ini dibuat.

swotdashboard

Pada Goong Business Solution, Model SWOT adalah salah satu model yang telah dipersiapkan dalam modul CRM.  Dengan demikian, pengguna bisa memanfaatkan model ini dan mencatat setiap analysis sebagai model yang setiap saat bisa diambil dan diperiksa kembali.  Termasuk melakukan perubahan atas dashboard analysis SWOT yang tersedia.

Categories: Knowladge